Kamis, 10 Januari 2013

Dia bukan untukku




Hari begitu cerah, secerah hatiku setelah selesai melaksanakan sholat dhuha, aku keluar dari asrama tercinta dan terus berjalan menyusuri lorong demi lorong, dan gang-gang sempit menuju kampus islam itu, asramaku yang biasa disebut mahad tempat mahasiswa-mahasiswa berprestasi itu memang tidak terlalu jauh dari kampus itu, hanya membutuhkan waktu sepuluh menit saja untuk menjangkaunya.
Tepat di gerbang kampus islam itu, kulihat wanita-wanita muslimah dengan jubah dan jilbabnya yang super panjang, kadang aku berfikir apakah mereka tidak gerah memakainya, mungkin karena pegangan agama yang teguhlah yang membuat mereka setia pada syariat tuhannya. namun diantara mereka ada juga mahasiswi yang menggunakan pakaian muslimah apa adanya, pakaian mereka begitu ketat dengan jilbab pendek dan tipis yang sedikit di paksakan.
Aku terus berjalan menuju fakultas ku, dengan sedikit berlari akhirnya sampai juga di gedung tujuh lantai itu, tanpa antrian panjang aku langsung masuk lift, dan beberapa detik kemudian aku sudah berada didepan kelas, kubuka kelas dengan sembari membaca salam  Assalamu alaikum w.w. dan,  Teman-teman kelas menyambutku dengan ramah.
Hey ris, apa kabar?  Hari ini tak secerah biasanya, ada hujan turun di tengah terik matahari, bungamu pun tak seindah biasanya, ia nampak kecewa hari ini karena di kecewakan kumbang pujaannya, cerocoh vino  begitu saja, aku masih bingung  apa yang di maksud vino, namun yang pasti ada hubungannya dengan vivi, si gadis yang penuh tanda tanya.
Namaku haris, teman-temanku biasanya memanggilku ris, begitulah aku biasa di panggil, aku ga tahu seberapa tampannya diriku, namun kata teman-temanku aku pemuda tampan ala ritik rosan, akh, itu hanya kata mereka saja, sebenarnya aku biasa-biasa saja, jauh dari apa yang mereka gambarkan.
Namun perlahan tapi pasti aku merasa cewek-cewek di kelasku satu persatu mulai mendekatiku, entah karena ada perasaan apa-apa atau hanya sekedar main-main saja. Salah satunya vivi, sebenarnya ia  gadis yang anggun, soleha di mataku, dan banyak sifatnya yang aku suka, namun entah kenapa hati ini berkata tidak.
Berawal dari saat ada tugas kelompok, disanalah aku mengenalnya, namanya vivi verina, nama yang anggun dan elok, waktu  itu vivi minta no hp ku, sekedar untuk saling memperingatkan kalau ada tugas katanya, aku memberinya tanpa ada curiga sedikitpun, walau nomor kontak  prempuan jarang ada di hp ku, namun kali ini aku menyimpan no kontaknya.
Awalnya vivi hanya shering masalah mata kuliah saja, namun akhirnya melebar ke masalah pengalaman, kisah hidup, dan saling berbagi masalah, hingga pada akhirnya aku sadar ia sering memperhatikanku, walau hanya sekedar menanyakan apakah aku sudah makan atau belum.
Namun lama-kelamaan aku semakin risih dan bosan dengannya, setiap malam ia selalu menelphonku, belum lagi zmznya yang datang dua kali setiap menitnya, ruang dan waktukupun habis di rampasnya, termasuk waktu belajarku. Vivi seandainya kamu lebih bisa menahan diri, pasti hati ini akan condong kepadamu.
Tanpa mengubris perkataan vino aku langsung duduk di bangku yang biasa kupakai, ku pandangi vivi yang dari tadi hanya diam dengan seribu bahasa, tidak seperti biasanya, ia selalu menanyakan kehadiranku, bahkan terkadang puluhan zmz masuk untuk menanyakan sudah sampai dimana perjalananku, setelah masuk kelas biasanya ia telah menyediakan makanan yang langsuang ia taron di mejaku, sambil zmz ini dariku vivi, masakanku lho.
Namun hari ini benar-benar berbeda, ia hanya terdiam tanpa melihatku sedikit pun, apakah karena keputusanku yang tadi malam yang salah, atau karena apa?  Aku jadi bingung sendiri.
Tepat jam 12 malam vivi menelphonku, sebenarnya aku lagi lembur untuk mengerjakan tugas makalah hukum-hukum international yang akan saya presentasikan esok hari, namun aku rela membagi waktu untuknya, hanya sekedar mendengar keluh kesah nya,
Vivi: ris kamu lagi apa?
aku: lagi ngerjain tugas vi, ada pa vi, ko nelphon malam2
Vivi: aku ganggu g’ ris, ada yang ingin aku omongin, penting bangat
aku: ngga’ kenapa vi, ngomong aja.
Vivi: ris, sebenarnya aku ingin cerita tentang perasaan ku’ tapi aku takut!
aku: perasaan apa vi, cerita aja, kenapa mesti takut
Vivi: ris, sebenarnya aku sangat sayang sama kamu, aku sangat cinta sama kamu, ris kamu maukan jadi pacar aku, aku ga bisa hidup tanpa kamu ris, aku sudah terlanjur sayang sama kamu ris.
Hiks-hiks-hiks suara tangisan di seberang sana.
Aku tidak bisa menjawab secara pasti, aku hanya mengatakan padanya kalau aku belum siap, dan aku berharap kami jadi sahabat saja, dan aku katakana padanya jika kelak kita berjodoh tuhan pasti mempertemukan kita kembali, aku berharap dia sabar menunggu, namun yang kudengar adalah suara tangisan yang semakin memekik, dan terakhir hanya suara nuth nuth nuth pertanda telphonnya diputus.
Pagi ini vivi tidak mau menatapku sama sekali, aku berusaha untuk menatapnya, namun ia selalu menghindar, dan berusaha berpaling dariku, hingga perkuliahan selesai vivi tetap saja dingin dan tak bisa di ajak bicara.
Sesampainya di asrama, ku sampaikan kisahku kepada kakak seniorku yang ku anggap bijak perkataannya, tentang vivi dan kebaikannya, dan cintanya yang terlanjur  kutolak,  namun aku mendapat jawaban agar aku menimbangnya lebih masak-masak lagi, dan ia  malah berasumsi kalau vivi wanita yang kurang baik untukku.
 akhirnya aku membela vivi dan kukatakan kalau vivi itu berjilbab panjang, dan sepengetahuan ku dia berakhlak  baik, aku malah kecewa dengan kakak senior yang sok tahu itu, ia malah menyuruhku untuk mengenal vivi lebih dalam lagi, dan ia mengatakan bahwa hanya wanita  solehalah yang akan jadi milikku kelak, bukan seperti vivi yang di anggapnya kurang baik.
Dia mengatakatakan lelaki yang sholeh hanya pantas untuk prempuan yang sholeha dan begitu juga pria yang jahat dan tukang maksiat hanya pantas untuk wanita jahat dan maksiat pula, perbaiki terus akhlakmu hingga wanita yang kau idamkan semakin baik pula akhlaknya. Nasehatnya padaku.
Perkatannya memang bijak, namun aku tidak setuju dengan apa yang ia asumsikan, yang beranggapan vivi wanita yang kurang baik, sebetulnya aku belum kenal betul dengan vivi, aku baru mengenalnya beberapa bulan yang lalu, tapi menurutku dia wanita yang sholeha, namun untuk saat ini aku belum siap menjalani hubungan dengan nya itu saja, namun dalam hati ini berniat kelak kalau ia memang wanita yang baik aku akan mempersuntingnya.
Hari ini perkuliahan berlangsung kembali, seperti biasa sebelum masuk kelas aku menyempatkan diri untuk sholat dhuha sebagai tanda rasa syukurku pada Tuhan yang maha esa, dan seperti biasa pula, tempat yang paling sering kukunjungi di kampus hanya dua  masjid dan perpustakaan, di masjid aku bisa shalat dan membaca al-qur’an serta zikir dengan khusuq, di perpustakaan aku bisa membaca kisah para nabi, serta ilmuan-ilmuan islam yang luar biasa, atau berbagai ilmu pengetahuan yang bisa kudapat disana.
 dari masjid aku langsung menuju kelas melalu  tangga bawah’ kulihat vivi berjalan di depanku,namun langkahnya tak seimbang, dan tiba-tiba saja ter jatuh dan pingsan, aku tidak tahu apakah ini benar –benar kecelakaan atau hanya sekedar pura-pura belaka, hingga akhirnya teman-teman yang prempuan menggotongnya ke unit kesehatan kampus. Sebenarnya aku ingin sekali menggendong dan membawanya namun langkahku kalah cepat dengan teman-temannya yang berjalan bersamanya.
Pengakuan yang kudapat dari ira, teman dekatnya vivi kalau akhir-akhir ini vivi sering sakit karena ia selalu memikirkanku, dan ia sangat kecewa atas keputusanku, dan ia mengatakan kalau aku akan mengesal atas apa yang aku perbuat padanya.
Aku hanya bisa berdo’a moga vivi menerima keputusanku, dan berharap ia berfikir dewasa, aku tetap sayang sama dia, walau hanya sebatas sahabat, dan aku masih butuh waktu untuk melupakan fani, cewek yang pernah singgah di hatiku ketika SMA, yang baru saja menggugat hubungan kami setelah aku kuliah di Jakarta, dan ia kutinggalkan di cianjur, tempat kelahiranku.
Waktupun terus berlalu, vivi sudah bersikap biasa pada ku,  ia malah sekarang dekat dengan sahabatku vino, perhatian yang sebelumnya yang ia berikan padaku akhirnya berputar seratus delpan puluh derajat  ke vino, ada rasa cemburu di hati, namun aku masih bisa mengendalikan emosiku.

Dua bulan kemudian, seperti biasa, di kampusku selalu mengadakan pengkaderan kepada mahasiswa baru, untuk mengikuti organisasi yang paling banyak diikuti oleh badan eksekutif mahasiswa (BEM) di fakultasku, sebagai mahasiswa yang mempunya rasa penasaran yang tinggi akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti pengkaderan tersebut.
Pengkaderan kali ini di adakan di puncak bogar, sebagai mahasiswa yang belum tahu banyak tentang puncak, aku sangat bahagia karena inilah kali pertama aku menginjakkan kaki di puncak itu, ada rasa bahagia, namun ada juga nada kekecewaan, bahagia karena tempatnya sangat bagus, namun kecewa karena apa yang aku harapkan di pengkaderan ini tidak seperti apa yang aku bayangkan.
Malam begitu dingin, angin berhembus dengan kencang, kulihat beberapa mahasiswa menggandeng pasangannya masing-masing, sebenarnya hal itu tidak wajar, karena pelatihan yang kami bawa adalah atas nama organisasi islam, namun inilah realita yang ada.
Kulihat sepasang kekasih  berjalan menjauhi vila, nampaknya vino, namun aku tidak tahu siapa gadis yang bersamanya, terlihat begitu mesra, namun karena malam yang agak pekat menghalangi mataku hingga aku tidak tahu siapa gadis itu.
Aku terus bercengkrama dengan malam, bersama dicky sahabatku, kulihat bintang-bintang yang satu persatu mulai redup, akh malam, andai di tengah bintang yang disana ada bulan pasti cerita malam ini akan berbeda, kata dicky, aku hanya mengiyakan dan membenarkan apa kata dicky.
Bosan dengan suasana memandangi langit, dicky mengajakku jalan-jalan mengitari villa dan turun ke bawah sambil melihat-lihat keadaan sepanjang puncak dengan keadannya.
Kaki ini terus melangkah berjalan mencari angin malam di puncak yang dingin itu, sambil ngobrol santai bersama sahabatku dicky, tiba-tiba dicky menyuruhku memelankan langkah, karena ada hal yang mencurigakan di balik semak belukar yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.
Dicky menjelaskan, mungkin itu kelinci, atau hewan lainnya, yang sedang bermain-main, akhirnya aku dan dicky mengintip dari arah yang berbeda,dan dengan jarak yang sangat dekat, namun apa yang di sebutkan dicky sama sekali tidak benar, ternyata yang ada disana ialah dua sosok manusia yang sedang asyk bercumbu mesra, hingga mereka tidk sadar akan kedatangan kami.
Namun, nampaknya aku mengal sosok-sosok itu, nampaknya mereka tidak asing di mataku, dan setelah semakin dekat, maka nampaklah kalau mereka ternyata vivid dan vino, yang sedang melakukan perbuatan yang tak senonoh.
Aku langsung berlari meninggalkan tempat itu, dan dicki memanggilku, hingga mereka tahu kami telah memergoki mereka berdua. Aku begitu kecewa, da sangat kecewa,ternyata wanita yang ku anggap baik selama ini, ternyata wanita yang buruk akhlaknya, dan buruk prilkaunya, akhirnya aku hanya bersyukur, ternyata dia bukan wanita sholeha yang allah kirim untukku, dan dia bukan milikku.


Karya” ali rohman nasution”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar